(Silahkan di baca lebih lanjut dijamin ini akan membuat rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi membara).
Presiden Sukarno menjadi tamu kehormatan Kaisar Jepang, Hirohito, dan pangeran Akihito. Bung Karno dijamu makan siang di istana kekaisaran Jepang di Tokyo (Foto: 3 Pebruari 1958).
Menjadi cover majalah TIMES tahun 1946
Go International
Presiden Sukarno berdiri berdampingan dengan 4 pemimpin negara Non Blok setelah mereka selesai mengadakan pertemuan. Dari kiri kekanan : Pandit Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India), Kwame Nkrumah (Presiden Ghana), Gamal Abdul Nasser (Presiden Mesir), Bung Karno, dan Tito (Presiden Yugoslavia). Kelima pemimpin negara non blok ini mengadakan pertemuan yang menghasilkan seruan kepada Presiden AS, Eisenhower (Presiden AS) dan Perdana Menteri “Uni Soviet”/Rusia, Nikita Khruschev, agar mereka melakukan perundingan diplomasi kembali (Foto: 29 September 1960).
Presiden Sukarno bersama Perdana Menteri Perancis, Pompidou (Foto: 1965).
Presiden Sukarno sedang bercakap-cakap dengan Presiden Kuba, Osvaldo Dorticos Torrado (kiri), dan Perdana Menteri Kuba, Fidel Castro (kanan) di Havana, Kuba (Foto: 9 Mei 1960).
Presiden Sukarno tiba di bandara Karachi, Pakistan. Didampingi oleh Presiden Pakistan, Iskander Ali Mirza, Bung Karno tampak sedang memberi hormat, diapit oleh bendera Indonesia dan bendera Pakistan (Foto: 25 Januari 1958).
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.
Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.
Kejayaan Angkatan Perang Indonesia Pada Masa Bung Karno
DENGAN menuliskan ini, ane tidak bermaksud menonjol-nonjolkan peranan militer Indonesia di masa lalu, meskipun memang ada. Tetapi, anea hanya ingin melihat dalam satu aspek saja, yaitu, bagaimana Bung Karno membangun angkatan perang yang kuat, dan sejalan dengan visi Negara baru yang merdeka dan bedaulat.
Pada tahun 1950-1960-an, ketika Indonesia baru saja merdeka dan sedang dikepung dari imperialism dari segala sudut, negeri muda ini memiliki angkatan perang yang sangat tangguh, bahkan disegani di dunia.
Namun, sebelum kita membahas mengenai angkatan perang yang gemilang itu, alangkah baiknya jika diberi pengantar sedikit mengenai situasi politik saat itu. Karena, situasi politik saat itu sangat membidani lahirnya angkatan perang yang tangguh itu.
Sebelum revolusi Agustus 1945 hingga menjelang provokasi Madiun 1948, Soviet banyak menyokong perjuangan rakyat Indonesia, bukan hanya dalam sokongan politik tetapi juga bantuan material. Sementara itu pembelaan yang dilakukan oleh Dmitri Manuilski dan Andrei Wsjinski atas kemerdekaan Indonesia di arena PBB, membikin nama Republik sovyet Sosialis Ukrainia dan Uni Republik-republik Soviet Sosialis umumnya harum sekali di Indonesia.
Sebelum revolusi Agustus 1945 hingga menjelang provokasi Madiun 1948, Soviet banyak menyokong perjuangan rakyat Indonesia, bukan hanya dalam sokongan politik tetapi juga bantuan material. Sementara itu pembelaan yang dilakukan oleh Dmitri Manuilski dan Andrei Wsjinski atas kemerdekaan Indonesia di arena PBB, membikin nama Republik sovyet Sosialis Ukrainia dan Uni Republik-republik Soviet Sosialis umumnya harum sekali di Indonesia.
Di tahun 1948, Soviet sudah mengulurkan tangan untuk bekerjasama dengan Indonesia, namun semua itu tertunda akibat meletusnya provokasi madiun. Boleh dikatakan, bahwa setelah provokasi Madiun meletus, sokongan tanpa balas budi dari Soviet turut terhenti, dan digantikan oleh campur tangan Amerika Serikat dan sekutunya.
AS, yang telah mengambil peranan lewat Komisi Tiga Negara (KTN), berhasil menggiring Indonesia dan Belanda ke meja perundingan, yaitu Konferensi Meja Bundar (KMB), yang melahirkan sebuah pengakuan formal akan kemerdekaan Indonesia, tetapi melanjutkan kolonialisme terselubung di negeri ini.
Pada tanggal 6 September 1950, seorang tokoh sangat kuat di Masyumi, Natsir, telah memimpin pemerintahan, dan membagi kekuasaannya dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), tetapi menutup pintu untuk golongan kiri.
Karena lebih berorientasi kepada Barat, maka pemerintahan ini sangat anti kepada blok lawannya, yaitu golongan anti-imperialis atau kubu sosialis. Sehingga, kendati Soviet telah mengulurkan tangan untuk kerjasama dengan Negara baru ini, tetapi pemerintahan Natsir terlihat ragu untuk menerimanya.
Setelah Natsir berakhir, kekuasaan dialihkan kepada seorang mitranya yang tidak kalah anti-kirinya, yaitu Sukiman, yang memegang kekuasaan sejak Maret 1951. Meskipun Sukiman menggeser politik luar negeri Indonesia semakin menjauh dari Belanda, namun semakin kelihatan merapat dengan AS, imperialis lainnya yang tak kalah kejamnya.
Pada bulan Februari 1952, tanpa sepengetahuan parlemen, pemerintahan ini telah menandatangi perjanjian “Jaminan Keamanan Bersama” dengan AS, yang telah mengesahkan bantuan militer AS untuk Indonesia.
Sukiman berakhir pada tahun 1952 dan kemudian digantikan oleh tokoh PNI, Wilopo, yang sedikit banyaknya telah merubah haluan politik luar negeri Indonesia. Meskipun pemerintah baru ini masih bersedia menerima bantuan ekonomi dan teknis dari AS, tetapi telah bersikap kritis terhadap Negara adidaya itu.
Imbangan kekuatan makin cepat bergesernya ketika Ali Sastroamidjoyo, salah satu tokoh penting PNI, menjadi perdana menteri. Pada tahun 1953, Indonesia telah mengirim dubesnya yang pertama ke Peking, dan, pada tahun 1954, telah terjadi tukar-menukar dubes antara Indonesia-USSR. Pergeseran ini juga tercermin dalam politik internasionalnya, dimana Indonesia telah mengeritik perang Korea, dan menolak untuk bergabung dengan fakta militer bentukan AS dan sekutunya, SEATO. Menlu AS saat itu, John Foster Dulles, menyebut perubahan sikap Indonesia ini sebagai “politik amoral”.
Pada tahun 1956, dalam suasana perjuangan mengembalikan Irian barat ke pangkuan ibu pertiwi, Bung Karno telah memulai kunjungan ke beberapa Negara, diantaranya, AS, USSR, dan Tiongkok. Meskipun kunjungannya ke AS mendapat sambutan hangat dan berpidato di beberapa tempat di negeri itu, namun penguasa AS kelihatannya memihak kepada Belanda terkait persoalan Irian Barat.
Ketika berkunjung ke USSR, Bung Karno tidak hanya menemukan sebuah suasana yang hangat, tetapi juga dukungan dari Soviet terkait perjuangan nasionalnya. Kedua Negara sepakat menjalin kerjasama, dimana Soviet mengucurkan dana sebesar 100 juta USD.
Peranan Soviet Memperkuat Angkatan Perang Indonesia
Pada tahun 1961, dalam sebuah pidatonya di Moskow, Bung Karno telah menandaskan bahwa Asia-Afrika mengarahkan mukanya kepada Soviet karena mengetahui bahwa negeri ini menghendaki kebebasan seluruh bangsa yang telah memproklamasikan kemerdekaannya, dan menyebut Soviet sebagai “mercusuar” dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.
Sebelumnya, November 1959, satu gugus kapal perang Soviet telah singgah di Jakarta, dan angkatan lau Indonesia membalas kunjungan ini pada tahun 1961.
Tahun 1962 telah berdiri konsulat Soviet di beberapa kota, diantaranya, Surabaya, Banjarmasin, dan Medan. Dalam persoalan Irian Barat, Soviet sangat tegas memihak perjuangan rakyat Indonesia, yang digambarkannya sebagai perjuangan untuk melikuidasi segala bentuk kolonialisme.
Terkait bantuan Soviet dalam membina AURI da ALRI saat perjuangan merebut Irian Barat, Laksamana Martadinata mengatakan, “Uni-soviet adalah satu-satunya Negara-negara yang siap membantu Indonesia dengan syarat-syarat yang dapat diterima Indonesia.”
Bahkan, menurut sebuah artikel, Soviet memberikan bantuan sangat besar dalam membangun armada laut dan angkatan udara Indonesia, yang nilainya mencapai 2,5 milyar USD. Seperti dicatat Dubes Soviet saat ini, Alexander A Ivanov, ketika Indonesia sibuk menghadapi provokasi Belanda, negerinya pernah memberikan bantuan 17 kapal perang bagi Angkatan Laut (AL) Indonesia.
Untuk angkatan perang laut, Indonesia pernah punya satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia saat itu, buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Inilah KRI Irian, sebuah kapal perang yang memiliki bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Bandingkan dengan kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1.600 ton.
Untuk angkatan udara, angkatan perang Indonesia menjadi armada udara paling ditakuti di seluruh dunia. Indonesia dikabarkan memiliki ratusan pesawat tempur canggih, yaitu 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, 30 pesawat MiG-15, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, dan 10 pesawat supersonic MiG-19.
Pesawat diatas adalah buatan ilmuwan Soviet, salah satu pesawat supersonic paling canggih jaman itu, bahkan mengalahkan pesawat tercanggih yang dipunyai AS; pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II, seperti P-51 Mustang.
Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, yang memiliki penembak peluru kendali, plus 2 kapal sebagai pasokan suku cadang. Kesemuanya pensiun begitu Soekarno jatuh, sedangkan satu buah dijadikan museum disurabaya.
Angkatan perang inilah, ditambah dengan para sukarelawan rakyat, berhasil mengepung dan membuat gemetar Malaysia selama “68 hari”, padahal Malaysia didukung sepenuhnya oleh pasukan Inggris, Selandia Baru dan Australia. Karena kuatnya gempuran Indonesia saat itu, Inggris harus mengirimkan sejumlah kapal perang, termasuk beberapa kapal induk, untuk mempertahankan Malaysia. Tidak hanya itu, Royal Air Force harus mengirim skuadron pesawat tempur dalam jumlah besar untuk mengatasi gempuran Angkatan Udara Republik Indonesia (Tuh gan malayshit aja ampe getar gan )
Ini semua berarti bahwa indonesia adalah salah satu negara yang disegani oleh dunia pada masa itu dan juga pemimpinya.
izin share gan
BalasHapus